SAMOSIR, SUMATRA UTARA : Kendati Ulos Batak belum banyak diperkenalkan dalam dunia fashion, perancang busana dari Jakarta Merdi Sihombing (42), akan membuat terobosan baru dengan membangun ‘perkampungan ulos’ di Pangururan, Sumatera Utara.
“Sejak dulu, nenek moyang suku Batak sudah lama mengenal kain tenun ikat sejenis sutra yang disebut Sintara. Kualitasnya, tidak jauh berbeda dengan songket Palembang yang ada sekarang ini,” ujar Merdi, Senin [19/07].
Desain yang dikembangkannya, merupakan hasil penggalian ornamen Batak lama yang unik.
Merdi mengatakan hingga kini motif baru tetap dicarinya. Namun, cirinya tidak diubah. “Hanya saja, benangnya menggunakan pewarna alami. Dengan demikian, lebih ramah lingkungan”.
Umumnya setiap acara pesta, kaum ibu di kota besar lebih senang memakai songket Palembang. Padahal, harganya jauh lebih mahal. Sehingga, hanya mampu dibeli kalangan tertentu saja, katanya.
“Songket Batak, bisa menjadi alternatif untuk alasan ekonomis”, tambahnya.
Saat ini, kata Merdi harga ulos di pasaran dari puluhan ribu hingga jutaan Rupiah. Sedangkan kalau sudah dimodifikasi menjadi songket, bisa menjadi beberapa kali lipat. Dengan nilai jual semakin tinggi, akan meningkatkan penghasilan dan kesejahteraan perajin di daerah.
Ia mengisahkan dirinya telah banyak melakukan jelajah di berbagai daerah, mengumpulkan referensi. Eksistensi tenunan khas Batak ini, akan dipertahankannya. Perwujudan pengembangan yang dilakukan, jelas untuk mensejajarkan ulos dengan songket Palembang.
Kadis Pariwisata Samosir, Melani Butarbutar menambahkan, Pemkab Samosir sangat mendukung kegiatan positif seperti dilakukan Merdi.
“Terobosan tersebut, tentu akan mengundang daya tarik wisata. Perkembangan secara umum, tentunya membantu ekonomi perajin”, tuturnya.
Kabag Humas Pemkab Samosir, Naibaho. Melalui Dinas Koperindag, berbagai bantuan menunjang industri ulos telah diberikan. Dalam lima tahun terakhir, pihaknya telah melakukan berbagai kegiatan dan pelatihan. (ant)
Sumber : http://beritasore.com
“Sejak dulu, nenek moyang suku Batak sudah lama mengenal kain tenun ikat sejenis sutra yang disebut Sintara. Kualitasnya, tidak jauh berbeda dengan songket Palembang yang ada sekarang ini,” ujar Merdi, Senin [19/07].
Desain yang dikembangkannya, merupakan hasil penggalian ornamen Batak lama yang unik.
Merdi mengatakan hingga kini motif baru tetap dicarinya. Namun, cirinya tidak diubah. “Hanya saja, benangnya menggunakan pewarna alami. Dengan demikian, lebih ramah lingkungan”.
Umumnya setiap acara pesta, kaum ibu di kota besar lebih senang memakai songket Palembang. Padahal, harganya jauh lebih mahal. Sehingga, hanya mampu dibeli kalangan tertentu saja, katanya.
“Songket Batak, bisa menjadi alternatif untuk alasan ekonomis”, tambahnya.
Saat ini, kata Merdi harga ulos di pasaran dari puluhan ribu hingga jutaan Rupiah. Sedangkan kalau sudah dimodifikasi menjadi songket, bisa menjadi beberapa kali lipat. Dengan nilai jual semakin tinggi, akan meningkatkan penghasilan dan kesejahteraan perajin di daerah.
Ia mengisahkan dirinya telah banyak melakukan jelajah di berbagai daerah, mengumpulkan referensi. Eksistensi tenunan khas Batak ini, akan dipertahankannya. Perwujudan pengembangan yang dilakukan, jelas untuk mensejajarkan ulos dengan songket Palembang.
Kadis Pariwisata Samosir, Melani Butarbutar menambahkan, Pemkab Samosir sangat mendukung kegiatan positif seperti dilakukan Merdi.
“Terobosan tersebut, tentu akan mengundang daya tarik wisata. Perkembangan secara umum, tentunya membantu ekonomi perajin”, tuturnya.
Kabag Humas Pemkab Samosir, Naibaho. Melalui Dinas Koperindag, berbagai bantuan menunjang industri ulos telah diberikan. Dalam lima tahun terakhir, pihaknya telah melakukan berbagai kegiatan dan pelatihan. (ant)
Sumber : http://beritasore.com