Sabtu, 04 September 2010

Mahasiswa Asing Tampilkan Tarian Tradisional Jatim

Oleh : Natalia Trijaji

Sebanyak sebelas mahasiswa asing menampilkan tarian tradisional Sprakling Surabaya dan Glipang di Surabaya Plaza Hotel, Senin (30/8). Mereka berasal dari Timor Leste, Thailand, Vietnam, Fiji, Vanuatu, Solomon Island, Samoa, Tuvalu, Afsel, Jerman dan Rusia.

Kesebelas mahasiswa tersebut plus seorang dari Indonesia merupakan sebagian dari mahasiswa yang menerima Beasiswa Seni Budaya Indonesia (BSBI) dari Kementrian Luar Negeri Indonesia untuk mengikuti program tersebut selama tiga bulan.

Mereka memperlihatkan kemampuan menampilkan dua tarian tradisional sebagai bagian dari evaluasi pendidikan dan pelatihan seni budaya yang diterima selama menjalani program BSBI di Surabaya. Program ini telah berlangsung sebulan.

Penampilan mereka dibagi dua kelompok. Enam mahasiswi menampilkan tari Sprakling Suroboyo yang merupakan ikon Surabaya dan enam mahasiswa menampilkan tari Glipang dari Probolinggo yang menggambarkan ungkapan syukur prajurit atas perlindungan Tuhan selama perang.

Mereka lincah dan bersemangat menampilkan kedua tarian tersebut dengan iringan irama musik tradisional yang rancak, meskipun beberapa tampak agak kaku dalam menggerakkan tangan dan kaki. Misalnya Skolovsky Alexei dari Rusia. Sebaliknya George Ribbs Waigugu dari Afsel tampak paling luwes. Toh penampilan mereka mendapat aplaus para tamu.

Menurut Diaztiarni Azhar, pimpinan produksi dalam pelatihan dan pengenalan seni budaya Jatim, penamplan mereka cukup bagus untuk orang asing yang baru sebulan mengenal Indonesia dan mempelajari tarian tradisional.

“Mereka berasal dari berbagai latar belakang dan disiplin ilmu. Hanya enam orang yang punya basic menari. Lain-lainnya ada yang penyanyi, pelukis, komposer dan mahasiswa bahasa. Tapi mereka antusias dan tekun berlatih. Ini patut dihargai,” ujarnya.

Skolovsky Alexei, mahasiswa dari Rusia, mengaku senang dan bangga bisa ikut menari Glipang. Ia mengatakan, ini pertama kalinya ia menari. Menurutnya, semula terasa sulit belajar menari, namun lama-lama ia justru menyukainya.

Alexei berpendapat, musik dan tarian Rusia jauh berbeda dengan musik dan tarian di Indonesia yang lebih kompleks dan dinamis dengan banyak gerakan tangan, kaki, bahu dan kepala serta lirikan mata.

“Ini sesuatu yang baru dan tantangan untuk saya. Tapi saya bisa menari, kan?” ujarnya dalam Bahasa Inggris campur Bahasa Indonesia yang patah-patah. Selama sebulan di Surabaya, membuatnya bisa mengucapkan sedikit kata-kata dalam Bahasa Indonesia dan ia berupaya menerapkannya dalam percakapan sehari-hari. (*)

Sumber : http://www.kabarindonesia.com