Jumat, 12 November 2010

Antar Ajung, Ritual Mengawali Musim Tanam

Sambas- Meski hingga kini banyak versi tentang awal mula tradisi antar ajung (mengantar perahu kecil ke laut, red), tradisi tahunan ini tetap digelar, Minggu (17/6) di Tanah Hitam Kecamatan Paloh, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat. Tapi bagi warga, terutama di Kecamatan Paloh, mempercayai ritual ini merupakan upaya agar mendapatkan hasil panen yang melimpah di musim tanam yang baru.

Menurut kepercayaan orang Sambas, tradisi ini juga tak bisa dilepaskan dengan kisah Raden Sandhi yang diangkat sebagai menantu raja oleh ‘orang kebenaran‘. Ia bukannya mati, tapi dibawa orang kebenaran—orang halus, orang Paloh. Sampai saat ini, masyarakat masih percaya dengan keangkeran atau hal-hal mistik.

Menurut kepercayaan, kalau kita akan pergi ke Paloh, pertama-tama kita tidak boleh berteriak-teriak atau memekik di dalam hutan. Kedua, bersiul juga dilarang. Ketiga berkata tidak baik.

Tetua-tetua masyarakat Paloh mengatakan, kegiatan antar ajung ini bermula karena adanya tanda-tanda yang diterima oleh masyarakat bahwa sudah saatnya untuk bercocok tanam padi (bersemai). Melalui masyarakat yang dituakan, dilakukan musyawarah untuk menentukan hari atau tanggal pelaksanaan antar ajung. Bila telah disepakati, maka masyarakat secara bersama-sama mempersiapkan segala perangkat yang diperlukan, khususnya untuk mencari kayu atau pohon di hutan kampung yang tepat untuk dijadikan bahan ajung.

Dalam menentukan pohon, terlebih dahulu dilakukan renungan oleh tetua untuk mendapatkan petunjuk Tuhan Yang Maha Kuasa lewat pembacaan doa bersama. Bila kayu sudah ditemukan, maka dilakukan pengasapan atau pembersihan kayu dari roh-roh jahat, dengan harapan agar kayu tersebut tetap mampu membawa segala beban yang terdapat dalam ajung tersebut.

Pembuatan ajung ini dilakukan secara bergotong royong, mulai memotong, membelah, bahkan hingga mengecat serta memberi bentuk layar ajung tersebut. Apabila ajung sudah selesai, maka dilakukan penurunan ajung pada parit kecil sebagai wujud adaptasi untuk mengarungi lautan luas.

Waktu pelepasan antar ajung ke lautan lepas, terlebih dahulu semua ajung-ajung dari masing-masing dusun/desa disusun secara sejajar di pinggir pantai dengan corak dan warna yang sangat bervariasi. Karena kegiatan ini merupakan tradisi masyarakat Paloh, maka seluruh masyarakat petani berduyun-duyun menyaksikan prosesinya, untuk mengetahui bagaimana perjalanan ajung-ajung tersebut menuju lautan lepas.

Sebelum ajung dilepas, terlebih dahulu diantar dengan tradisi joget dan bahkan pencak silat diiringi dengan bunyi-bunyian gendang tradisional masyarakat setempat. Pelepasan ajung harus dilakukan secara serentak oleh pemilik ajung yang merupakan wakil dari masing-masing dusun. Ajung pun digiring ke bibir laut yang selanjutnya akan terbawa arus menuju lautan lepas.

Proses perjalanan ajung-ajung ini mempunyai arti yaitu, bila waktu dilepas mengalami tingkat kesulitan untuk berlayar, maka diasumsikan masih adanya unsur ketidakikhlasan. Begitu juga sebaliknya, bila ajung tersebut melaju secara cepat tanpa hambatan, maka diasumsikan bahwa masa tanam akan berhasil.

Ajung yang didesain seperti layaknya perahu layar ini juga diisi dengan beberapa muatan seperti telur ayam, ratih, beras kuning dan sebagainya. Tujuannya, tradisi ini merupakan proses mengantarkan sementara para pengganggu tanaman padi yang akan ditanam oleh masyarakat agar dapat pergi sementara waktu. Prosesi antar ajung ini terbagi dalam tiga fase.

Fase pertama, masa pemberitahuan dari penghuni ajung. Biasanya ada isyarat sejak enam bulan sebelumnya yang intinya memberitahukan bahwa sudah saatnya musim panen dilakukan, dan ini akan diiringi dengan masa makan emping bersama antar masyarakat secara terbuka.

Selanjutnya, memasuki masa mengantar upeti ke istana dengan bahan-bahan seperti beras kuning, beras pulut, retih, emping dan padi yang jumlahnya serba sedikit sebagai syarat, biasanya dilakukan pada akhir tahun atau akhir masa panen padi.

Sedangkan kayu untuk membuat ajung, kebanyakan disiapkan dari kayu pelaek atau sejenisnya. Kemudian dibuat menjadi perahu yang berukuran kecil lengkap dengan layarnya. Sehari sebelum ajung diantar, didahului kegiatan yang disebut ratib. Ratib yaitu suatu kegiatan mengagung-agungkan nama-nama Allah disertai doa selamat dan doa tolak bala.

Malam harinya dilanjutkan dengan acara mengisi ajung. Ajung diisi dengan bermacam-macam wabe (hama penyakit), baik penyakit untuk tanaman, ternak maupun penyakit yang bisa menjangkiti manusia. Pada malam itu pula disediakan air untuk mandi benih. Setelah antar ajung, barulah air tersebut dibagikan kepada masyarakat untuk memandikan padi yang akan disewakan. Keesokan harinya, ajung lalu diturunkan ke laut.

Sumber : www.equator-news.com