Sabtu, 13 November 2010

Benteng Somba Opu Menanti Investor

Makassar- Peninggalan bersejarah, Benteng Somba Opu dan rumah adat se-Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat yang berada dalam satu kawasan Benteng Somba Opu, menunggu investor untuk mengelolanya menjadi objek wisata budaya yang menarik.

"Kawasan wisata yang sarat unsur budaya dan nilai sejarah itu sejak lama menanti investor, namun sampai sekarang belum ada yang berminat," kata Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Sulawesi Selatan (Sulsel) Syahlan Solthan, di Makassar.

Upaya melibatkan pihak ketiga dakam pengelolaan kawasan wisata tersebut dilakukan karena keterbatasan dana APBD.

"APBD tahun 2007 saja, tidak ada alokasi dana untuk pengembangan dan perawatan kawasan wisata itu," ujarnya.

“Dalam upaya menjaga kelestarian rumah adat empat etnis besar di Sulselbar yakni Makassar, Bugis, Toraja dan Mandar, pada tahun 2006 telah direnovasi 10 rumah adat dan menelan dana sekitar Rp800 juta. Renovasi hanya pada bagian atap saja karena kalau harus merenovasi secara total dibutuhkan dana sekitar Rp400 juta per unit rumah adat,” jelasnya.

Sementara mengenai tanggung jawab pengelolaan kawasan wisata tersebut, ia mengatakan, pada bagian Timur merupakan tanggung jawab Dinas Tata Ruang Sulsel dan sebelah Barat oleh Disbudpar Sulsel.

Kegiatan yang dilakukan masing-masing penanggung jawab rumah adat di kawasan Somba Opu itu adalah dengan menggelar pameran dan pergelaran seni budaya setiap perayaan HUT kemerdekaan RI tanggal 17 Agustus tahun berjalan.

"Pada tahun 2005 lalu diadakan lomba tari antarkabupaten/kota se-Sulselbar dan tahun 2006 lalu digelar kesenian khusus untuk mempromosikan potensi budaya dari Kabupaten Selayar," ujarnya.

Menyinggung pembangunan dan perawatan secara totalitas kawasan cagar budaya dan sejarah di Somba Opu, ia mengatakan, masih banyak kendala, khususnya masih terdapatnya pemukiman liar di dalam kawasan itu. Padahal sejak awal pendirian puluhan rumah adat asal Sulselbar, pemerintah provinsi sudah membebaskan rumah dan lahan warga setempat pada tahun 1980-an.

"Namun dalam perkembangannya, ternyata kawasan yang sudah dibebaskan itu, dimasuki lagi oleh warga lain yang sudah pernah dibebaskan maupun pendatang baru," jelasnya sembari menambahkan bahwa persoalan pembebasan tanah inilah yang harus mendapat perhatian penuh Biro Dekonsentrasi Provinsi Sulsel yang mengatur persoalan pertanahan bila nanti ada investor yang berminat menggarap kawasan itu.

Sumber : http://www.media-indonesia.com