Senin, 28 Desember 2009

Mata Pena-Mata Hati Raja Ali Haji Menelusuri Perjalanan Sejarah Kesusastraan Melayu

Setelah melakukan perjalanan ke Daik Lingga, Batam dan pulau-pulau kecil lainnya di wilayah Kepulauan Riau, Devina menganggap Pulau Penyengat adalah tempat yang paling berkesan. Gadis yang berprofesi sebagai penulis ini banyak menemukan informasi tentang sejarah Melayu, antara lain kisah perang di Teluk Ketapang, yakni perang yang melibatkan puak Melayu yang bersekutu dengan puak Bugis melawan Penjajah Belanda. Perlawanan yang sangat heroik ini mengakibatkan gugurnya Raja Haji Fisabilillah.

Sementara itu, sosok Engku Putri Raja Hamidah, anak Raja Haji Fisabilillah, adalah pemegang regalia/pusaka simbol kebesaran Melayu. Dia tidak bisa menerima perlakuan semena-mena dari penjajah setelah melihat banyak rakyatnya menjadi korban kesewenangan. Puncak kekesalannya adalah ketika Belanda merebut paksa regalia/pusaka kerajaan itu.

Sikap penjajah yang sangat arogan merampas kemerdekaan rakyat Melayu itu sangat membekas di hati masyarakat tanah semenanjung yang dahulu terkenal damai dan sejahtera. Perlawanan terhadap penjajah dilanjutkan oleh cucu Raja Haji Fisabilillah yakni Raja Ali Haji yang menjadi tokoh sentral dalam film ini. Perlawanan Raja Ali Haji dilakukan dengan jalan damai yakni dengan kalam/tulisan. Raja Ali Haji berlatar belakang seorang pujangga. Banyak karyanya yang telah dihasilkan berupa tulisan tentang agama, sosial, politik, dan sastra. "Gurindam 12" adalah salah satu karyanya yang mengulas kaidah bahasa Melayu yang kelak menjadi cikal bakal bahasa Indonesia.

Lewat buku Tuhfat al Nafis karya Raja Ali Haji, Devina menemukan banyak misteri masa lalu yang menyelimuti Pulau Penyengat, pulau yang dahulu menjadi mahar perkawinan Sultan Mahmudsyah untuk Engku Putri Raja Hamidah.

Film yang diproduksi PT Alam Khatulistiwa dan disutradarai Gunawan Paggaru ini mengangkat perjalanan kesusastraan Melayu, menampilkan tiga sekuel, yaitu masa Haji Fisabilillah (kakek Raja Ali Haji), masa Engku Putri Raja Hamidah, dan Masa Raja Ali Haji. Pembuatan film ini memakan waktu tiga tahun. "Memang lama karena ini film tokoh dan sejarah, jadi kami mesti cermat," tutur Gunawan yang sebelumnya sukses menggarap film Isyu dan Syahadat Cinta.

Selain Alex Komang (sebagai Raja Ali Haji), artis lain yang terlibat di antaranya Henidar Amroe (sebagai Engku Putri Raja Hamidah), Cok Simbara (Sultan Mahmudsyah), juga artis lokal seperti Al Azhar (sebagai Raja Ahmad) dan Raja Malik Hafrizal (sebagai Raja Ali).

Skenario film ini ditulis Alex Soeprapto Yudho, sedangkan peluncurannya di XXI Mega Mall Center, Batam dimulai 2 Mei mendatang. Gubernur Kepulauan Riau, Ismet Abdullah, akan menghadiri peluncuran fim ini. Begitu juga Wagub M Sani, Wali Kota Tanjung Pinang Suryatati, anggota DPRD Provinsi Kepulauan Riau, dan sejumlah pejabat daerah Kepri lainnya.

Menurut Kadis Budpar Kepri Drs. Iwan Robert Louriux, pembuatan film ini dimaksudkan untuk mengingatkan masyarakat Indonesia bahwa Raja Ali Haji adalah tokoh penting dalam perjalanan kesusastraan Melayu dengan karya terkenalnya "Gurindam 12". "Melalui film ini pula diharapkan generasi muda tidak melupakan khazanah kebudayaan negerinya yang sudah dikenal sejak zaman dulu," ujar Iwan Robert. (Ami Herman).

Sumber: http://www.suarakarya-online.com