Selasa, 02 Maret 2010

Gubernur Maluku Canangkan Program "Cuci Negri"

Jakarta - Gubernur Maluku, Karel Albert Ralahalu mencananghkan program "cuci negri" sebagai salah satu langkah untuk menggelorakan kembali budaya bersih dan cinta lingkungan di kalangan masyarakat Maluku.

Pencanangan budaya masyarakat Maluku yang telah diwariskan para leluhur turun-temurun itu, dilakukan di padepokan silat, Taman Mini Indonesi Indah (TMII), Jakarta, Kamis malam, Sesepuh masyarakat Maluku Des Alwi, Kapitan Maluku Wismoyo Arismunandar, tokoh masyarakat serta ribuan warga Maluku yang bermukim di ibu kota negara itu.

Pencanganan kembali budaya cuci negri itu, menurut Ralahalu, untuk menggugah kembali jati diri orang Maluku yang menjunjung tinggi kebersihan dan bertanggung jawab memelihara kelestarian lingkungan, karena budaya ini semakin terkikis akhir-akhir ini.

Program cuci negri yang merupakan salah satu program kerja Badan Pengurus Pusat (BPP) Pemuda Maluku Indonesia Bersatu (PMIB) itu, ujar Gubernur, memperlihatkan kedalaman pengetahuan serta pendalaman rasa berbudaya yang dibentuk oileh pengalaman partisipatif dalam kultur budaya masyarakat Maluku, khususnya yang berada di perantauan.

"Oleh karena itu saya bangga dan menyatakan trima kasih yang sungguh atas kepedulian seluruh pemuda Maluku yang tergabung dalam PMIB yang peduli dengan adat-istiadat serta budaya yang semakin terkikis sebagai akibat perkembangan globalisasi dan informasi," ujarnya.

Ralahalu mengaku ingin terus memahami dan merefleksi seluruh kegiatan budaya yang ditampilkan saat peluncuran program "cuci negri" itu, karena mengandung sejumlah kearifan lokal, gagasan dan nilai yang telah mengakar di tengah-tengah masyarakat Maluku.

"Ini berarti budaya cuci negri harus kita pertahankan karena mencerminkan kearifan lokal dan sifat luhur yang harus dijunjung tinggi," ujar Ralahalu.

Budaya cuci ngeri, merupakan kearifan lokal di Maluku yang memiliki nilai budaya yang termanivestasi dalam falsafah hidup orang Maluku yakni "Pela-Gandong", Ain Ni Ain, Kalwedo Kidabela dan Duan Lolat di Kabupaten Maluku Tenggara Barat (MTB), Larvul Ngabal di Maluku Tenggara, serta falsafah lain yang terus berkembang yakni "potong dikuku rasa didaging serta sagu salempeng dipatah dua, maupun sistem sosial Salam-Sarani dalam ikatan Siwalima dan Saniri tiga batang air Ety-Tala-Sapalewa.

"Berbagai tradisi dan pranata sosial yang saya sebutkan diatas merupakan material budayayang harus kita kembangkan sebagai kearifan lokal yang tidak akan pernah lekang oleh waktu. Kearifan lokal ini merupakan potensi yang lahir dan melekat pada masyarakat dan menjadi produk yang diyakini memiliki kekuatan untuk menata dan mengorganisasi hidup masyarakat serta menjadi pedoman hidup dan tata laku orang basudara di Maluku,"katanya

Dia berharap pencanangan budaya cuci negri itu dapat menggugah kesadaran bersama seluruh warga Maluku untuk lebih jauh mengenal hakekat keberadaannya sebagai orang-orang sosial yang berbudaya tinggi, serta mengimplementasikannya dalam kehidupan setiap hari, di mulai dari bersih diri, hubungan dan lingkungan keluarga, bersih perkampungan, perkotaan hingga dalam komunitas yang lebih luas di tengah masyarakat Maluku.

Ralahalu optimis pencanaganannya akan menjadi "starting point" dalam membentuk tata nilai dan memajukan Maluku di berbagai bidang termasuk pariwisata, sekaligus menjadi entry poin untuk menarik perhatian dan minat kunjungan wisatawan dalam dan luar negeri.

Acara pencanangan juga diwarnai berbagai atraksi budaya masyarakat yang dimanifestasikan dalam tari-tarian serta parade lagu-lagu Maluku yang dinyanyikan para artis asal Maluku.(Ant/R009)

Sumber : http://www.antaranews.com