Rabu, 31 Maret 2010

Restorasi Benteng di Maluku Utara Terkendala

Ternate - Minimnya data sejarah menyebabkan restorasi 37 benteng peninggalan Belanda, Spanyol, dan Portugis di Provinsi Maluku Utara sulit dilakukan. Data sejarah diperlukan agar pembangunan kembali benteng tidak berubah dari bentuk aslinya.

Kepala Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Ternate Laode Muhammad Aksa di Ternate, Senin (29/3), mengatakan, pengumpulan data sejarah sekarang sedang dilakukan Direktorat Jenderal Sejarah dan Purbakala Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata. ”Pencarian data tidak hanya di arsip nasional, tetapi juga mencari ke Belanda dan Portugis,” ujarnya.

BP3 Ternate saat ini sedang menginventarisasi semua benteng di Maluku Utara untuk melihat kondisi benteng-benteng itu. ”Jika nanti data sejarah terkumpul dan proses inventarisasi tuntas, barulah ditentukan benteng akan dibangun kembali, dipugar, atau dibiarkan seperti kondisi yang ada sekarang, tetapi dirawat dan dijaga,” katanya.

Penentuan itu tergantung dari seberapa lengkap data historis yang diperoleh. ”Kalau datanya minim, kami tidak bisa merestorasi karena bisa-bisa melenceng dari wujud benteng yang aslinya,” ujar Laode.

Berdasarkan pendataan BP3 Ternate, tidak sedikit benteng di Maluku Utara yang konstruksinya sekarang rusak. Bahkan, menurut Laode, ada benteng yang menyisakan fondasinya saja atau tembok batu yang panjangnya tinggal beberapa meter.

Kondisi ini diperparah dengan tidak adanya upaya perawatan benteng-benteng tersebut, seperti yang terlihat di Benteng Torre, benteng di Tidore.

Berdasarkan pengamatan Kompas, Minggu (28/3), rumput liar dibiarkan memanjang di benteng tersebut. Bahkan, lahan di dalam benteng dipakai sebagai lokasi berkebun oleh warga setempat.

Laode mengatakan, selain menginventarisasi benteng-benteng di Maluku Utara, pihaknya juga berupaya mengajak warga untuk terlibat merawat bangunan-bangunan bersejarah tersebut. ”Juru pelihara di setiap benteng juga kami tekankan agar lebih menjaga kebersihan benteng,” ujarnya.

Benteng di Maluku Utara yang tersebar di 37 lokasi yang dibangun mulai abad ke-15 Masehi oleh Portugis, Spanyol, dan Belanda menunjukkan pentingnya kawasan itu, terutama Ternate dan Tidore, di mata dunia internasional pada masa itu karena hasil rempah-rempahnya. (APA)

Sumber: http://cetak.kompas.com