Sabtu, 04 September 2010

Universiti Kebangsaan Malaysia Dibidani Akademisi Indonesia

Oleh : Chaidir Anwar Tanjung

Selangor - Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM), salah satu kampus terkemuka di Malaysia, telah berusia 40 tahun. Pihak kampus tidak mengapus sejarah penting, bahwa UKM awalnya dibidani akademisi asal Indonesia.

Tepatnya 7 Agustus 2010, kampus UKM telah berusia 40 tahun dan telah melaksanakan wisuda yang ke 38. Kampus ini berdiri megah di Selangor dengan diapit rerimbunan hutan yang indah. Kini kampus itu memiliki sekitar 26 ribu mahasiswa, sekitar 2600 merupakan mahasiswa dari 56 negara asing, termasuk Indonesia. UKM kini berkembang pesat sebagai kampus alternatif di Malaysia setelah Universiti Malaysia.

Kampus ini dibangun pada tahun 1970 oleh Kerajaan Negeri Sembilan, Selangor. Pembangunannya merupakan sumbangan dari masyarakat setempat. Cita-cita luhur membangun kampus ini, ingin menunjukan jati diri anak Melayu selaku daerah jajahan Inggris.

Kampus tersebut dibangun demi menyaingi Universiti Malaysia yang dulu hanya menerima mahasiswa yang mahir dalam bahasa Inggris. Dari sanalah ihwal masyarakat setempat untuk membangun kampus sendiri tanpa harus menghapus bahasa ibu mereka.

"Inilah semangat awal kampus ini berdiri. Kita bertujuan, berkuliah tidak mesti harus meninggalkan bahasa ibu kita. Perjuangan menuju ke arah sana, tentulah bukan hal yang mudah. Karena saat itu kita sendiri baru terbebas dari penjajah," kata Ketua Kominikasi (Humas-red) UKM, Abdul Razak Hussin dalam perbincangan dengan detikcom.

Berangkat dari semangat jiwa nasionalis inilah, pihak UKM kemudian mencari cara memajukan kampus tersebut. Di awal pendiriannya, UKM mengundang para akedemisi dari Indonesia. Sebagian dari para dosen itu berasal dari Jakarta dan Sumatera.

Pihak kampus menyadari betul, bahwa di era itu dunia pendidikan mereka jauh tertinggal dari Indonesia. Selaku negara yang berdampingan dan memiliki bahasa Melayu serumpun, hal itu menjadi pertimbangan khusus mengapa kampus ini awalnya dibidani akedemik dari Indonesia. Akademik Indonesia yang membidani kampus UKM yang kini tersohor itu, khusus dalam bidang matematika, bioligi, kimia serta bahasa, ilmu islam dan budaya/sastra. Kesamaan bahasa Melayu Serumpun menjadikan akademisi Indonesia dianggap lebih mudah untuk menyampaikan bahasa pengantar dalam kampus tersebut.

"Kedekatan bahasa Melayu serumpun inilah, mengapa awalnya akademisi Indonesia yang banyak berkiprah di kampus UKM. Kita sejak awal memang bercita-cita, bahasa bahasa pengantar di kampus harus menggunakan bahasa Melayu," kata Abdul Razak.

Dengan hadirnya para pengajar dari Indonesia, maka lambat laun UKM mendapat perhatian khusus dari masyarakat setempat. Sejarah penting berdirinya kampus ini, membuat pihak UKM tidak pernah melupakan jasa baik akademisi Indonesia. Sejumlah nama-nama besar para dosen di UKM itu, masih mereka catat, yakni Teuku Iskandar Alibansah, Prof Ahmad Amirudin, Kardinal Kusnaini, BD Djonoputro, Moch Bunjamin, Prof S Sartono, Tji Hong Djin, Waloejo Loeksmanto, Muhamad Ansjar, Roehajat Emon Soeriatmadja, Teuku Ibrahim Alfian dan Soerastopo Hadisoermano.

"Mereka adalah pelopor yang mengemudikan haluan kampus UKM yang membidangi di sejumlah fakultas sain, sastra, pengkajian islam dan dasar-dasar pendidikan. Kita sangat menghormati jasa-jasa mereka. Dan itu tidak akan pernah dilupakan," kata Abdul Razak.

Kendatipun awalnya kampus ini penyampainnya dalam bahasa Melayu, namun bukan berarti harus mengharamkan bahasa internasional. Kini pihak kampus menggunakan bahasa pengantar internasional bagi mahasiswa dari luar Malaysia. Namun demikian, kampus ini tetap mewajibkan sebuah bidang studi bahasa Melayu.

Sementara itu menurut DR Moh Izham Moh Hamzah Ketua Jurusan Fak Ilmu Pendidikan, UKM menyebut, para akademik Indonesia itu telah berhasil mengemas UKM sebagai tempat pendidikan yang bermutu di Malaysia. Era tahun 1970 itu, dosen asal Indonesia menguasai kampus lebih dari 60 persen. Para akademisi itu menyalurkan berbagai ilmunya sehingga UKM kini menjadi universitas terkemuka di Malaysia.

"Ada sekitar 10 tahun para akademisi Indonesia tetap menjadi pelopor di UKM ini. Dan masyarakat kami sendiri, di era itu banyak belajar ke Indonesia. Setelah para pelajar berhasil menimba ilmu ke Indonesia, mereka kembali ke tanah airnya. Dan sebagian mereka menjadi akademik di tempat kami sendiri," kata Izham.

Namun di era tahun 1980-an, UKM tidak lagi ketergantungan dari akademisi Indonesia. Para mahasiswa mereka sebagian besar tidak lagi menimba ilmu ke Indonesia, tapi beralih ke Inggris. Sementara itu UKM terus berkemas menjadi kampus bertaraf internasional. Kini masyarakat Indonesia banyak belajar ke Malaysia. Tercata sekitar 450 mahasiswa Indonesia menimba ilmu di UKM.

"Sungguh kami tidak akan pernah melupakan para pelopor akademik dari Indonesia. Di antara mereka juga sudah ada yang menetap di Malaysia. Pelajaran ilmu dari mereka tidak akan pernah terhapus di UKM ini. Kami tidak akan pernah menghilangkan sejarah penting para akademik asal Indonesia di kampus ini," tutup Izham.

Sumber : http://www.detiknews.com