Sabtu, 13 November 2010

Deklarasi Forum Rakyat Kalimantan (FRK)

Banjarmasin– Ketidakadilan, kerusakan lingkungan, serta rendahnya sumber daya manusia (SDM), memicu sejumlah perwakilan peserta semiloka Dari Kalimantan untuk Indonesia, yang berakhir kemarin di Swissbel Hotel Borneo, untuk mendeklarasikan diri. Mereka menamakan diri Forum Rakyat Kalimantan (FRK) yang akan memperjuangkan aspirasi pulau terbesar di Indonesia yang kerap “tersumbat” aspirasinya di tataran nasional.

Deklarasi ini menuntut 11 poin sebagai respon atas problema yang terjadi di Pulau Kalimantan, seperti kerusakan lingkungan akibat eksploitasi, kemiskinan dan kebodohan; tidak diakuinya hukum adat Kalimantan; hingga persoalan otonomi daerah yang setengah hati. Para deklarator yang menandatangani deklarasi itu adalah Ketua Umum Genas Jaring Politisi dan Pemimpin Bersih (JP2B), Sulkan SH, Koordinator Kaukus Kalimantan DPD RI, Prof. H. KMA. M. Usop, MA., dan empat perwakilan provinsi di Kalimantan. Wakil dari Kalimantan Tengah (Kalteng) ditunjuk Drs. Sidik R. Usop, MS., Prof. Dr. AB. Tangdililing, MA. Kalimantan Barat (Kalbar), Sony Sebilang, SHut. Kalimantan Timur (Kaltim), dan Drs. A. Murjani, Mkes. SH. MH. perwakilan Kalimantan Selatan (Kalsel). Deklarasi ini juga disaksikan pimpinan sidang, Prof. Dr. Iberamsyah, MS., dari Universitas Indonesia.

Para deklarator ini mendesak agar perimbangan keuangan pusat dan Kalimantan itu dialokasikan fifty-fifty atau 50 persen untuk pusat dan 50 persen untuk Kalimantan. Hal ini karena Kalimantan memiliki hak atas kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, termasuk menghitung kerusakan yang telah terjadi.

Selain itu, para deklarator FRK juga meminta otonomi khusus bagi Kalimantan, terutama kehutanan dan pertambangan dengan batas waktu yang akan ditentukan. Mereka juga menghendaki moratorium untuk revitalisasi, rehabilitasi, dan konservasi sumberdaya alam (SDA) bagi kesejahteraan dan pelestarian lingkungan hidup. Lalu, pemerintah pusat juga harus melibatkan pemerintah daerah dalam hal investasi dari dalam atau luar negeri.

Menariknya, FRK menuntut agar Pemda se-Kalimantan segera menerbitkan peraturan daerah (Perda) bagi masyarakat adat. Lalu, membuat payung hukum soal perbatasan dan pengelolaannya, pembangunan sistem transportasi terpadu di wilayah Kalimantan, serta untuk memperpendek rentang kendali pelayanan publik. FRK meminta perubahan paradigma soal kemiskinan, pendidikan, dan kesehatan, sebagai fenomena terkait bukan objek pembangunan semata. FRK juga mengharapkan agar Kaukus Kalimantan DPD mengawal tuntutan tersebut.

“Poin terpenting adalah kewenangan legislasi antara DPD dan DPR RI. Jangan sampai ditinggalkan oleh DPR,” ungkap Ahmad Murjani, Ketua Genas JP2B kepada wartawan, kemarin (24/6). Dia menegaskan, deklarasi itu sebagai bentuk itikad baik Kalimantan menuntut haknya. “Aspirasi ini telah diterima oleh DPD RI, sehingga akan diperjuangkan di pusat,” imbuhnya.

Sumber : Radar Banjar