Medan, Sumut - Arkeolog berkebangsaan Inggris, Dr. E McKinnon, menyesalkan terjadinya perusakan terhadap Situs Benteng Putri Hijau yang berada di dusun 11 Desa Delitua Namorambe, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara, oleh pihak pengembang.
"Arkeolog berkebangsaan Inggris yang sejak tahun 1972 telah melakukan penelitian di situs tersebut mengaku sangat prihatin terhadap tindakan perusakan tersebut," kata staf peneliti Pusat Studi Ilmu Sejarah dan Ilmu-Ilmu Sosial (Pussis) Universitas Negeri Medan (Unimed), Erond Damanik, di Medan, Senin (6/6/2011).
Bahkan, lanjutnya, atas keprihatinan tersebut, McKinnon yang biasa disapa dengan Pak Ed itu menyurati Direktur Peninggalan Purbakala Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Yunus Satrio Atmadja dan Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Nasional Tony Djubiantono.
"Surat keprihatinan atas perusakan situs tersebut disampaikan McKinnon melalui e-mail dan di cc-kan ke Pussis-Unimed," katanya.
Dalam suratnya itu, lanjut Erond, McKinnon juga mengirimkan beberapa foto yang diambil pada tanggal 1 Juni 2011 terkait perusakan situs Benteng Putri Hijau (BPH).
Arkeolog yang mengabdikan diri pada penyelidikan arkeologi di Sumatera sejak tahun 1970 itu menyebut bahwa kerusakan yang terjadi di BPH tersebut dilakukan oleh pengembang perumahan swasta.
"Menurut keterangan masyarakat setempat, kerusakan benteng ini telah terjadi sekitar sebulan yang lalu. 200-300 meter benteng tanah sebelah utara situs tersebut telah dibuang ke sawah dan sekitar 300 meter benteng sebelah barat telah dikorek hingga mengalami kerusakan berat," katanya.
Pada areal yang telah diratakan untuk bangunan perumahan itu, lanjutnya, tampak beberapa lokasi di mana ada tanah hitam yang mengandung pecahan keramik, termasuk yang dari masa Yuan (1279-1368).
"Kalau boleh kami anjurkan agar supaya ada ekskavasi darurat oleh Balai Arkeologi Medan di lokasi ini agar kita bisa menentukan masa okupasi dari bagian situs ini. Lokasi yang sangat penting ini perlu dilindungi segera," katanya.
Kepala Pussis-Unimed Ichwan Azhari juga sangat menyesalkan tindakan perusakan terhadap situs tersebut, bahkan ia juga mengkritik tokoh-tokoh Melayu di Sumut yang hingga saat ini masih bungkam. Padahal, yang dirusak tersebut adalah salah satu jati diri orang Melayu di Sumatera Utara.
Sumber: http://oase.kompas.com