Banda Aceh- Pemerintah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam akan memberlakukan moratorium penebangan hutan di wilayahnya mulai tanggal 6 Juni 2007. Mulai tanggal tersebut, seluruh penebangan hutan di Aceh, baik legal maupun ilegal, dihentikan sementara.
Demikian disampaikan Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) Irwandi Yusuf di Banda Aceh, Jumat (25/5), di hadapan para bupati/walikota, pejabat Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) Aceh-Nias, dan kalangan lembaga swadaya masyarakat.
Pemberlakuan jeda tebang (moratorium) itu, menurut Irwandi, didasarkan pada banyaknya bencana banjir dan longsor, serta meningkatnya konflik antara hewan liar dan manusia, yang diakibatkan eksploitasi hutan tak terkendali sejak zaman Orde Baru.
"Pada awal tahun ini, terjadi banjir bandang di Aceh Timur, Aceh Tamiang, dan Aceh Utara akibat kerusakan hutan. Lebih dari 18.000 rumah hancur, dan butuh uang ratusan miliar untuk membangun kembali. Jauh lebih besar dari apa yang telah dihasilkan dari penebangan hutan itu. Karena itu, kini kita akan hentikan seluruh penebangan hutan di Aceh," kata Irwandi.
Menurut dia, luas hutan lindung di Aceh saat ini mencapai 2.697.112 hektar (ha) atau 30,5 persen dari luas seluruh wilayah Aceh yang mencapai 5.736.555 ha. Luas hutan Aceh ini merupakan 80 persen dari total luas hutan yang masih tersisa di Pulau Sumatera. "Tetapi, hutan Aceh juga banyak yang sudah rusak. Termasuk juga Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL), sudah banyak yang rusak, baik akibat kegiatan penebangan liar maupun legal," ujarnya.
Kebijakan jeda tebang juga merupakan bagian dari mandat nota kesepahaman Helsinki dan Undang-Undang Pemerintahan Aceh.
Sumber : Kompas.com
Demikian disampaikan Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) Irwandi Yusuf di Banda Aceh, Jumat (25/5), di hadapan para bupati/walikota, pejabat Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) Aceh-Nias, dan kalangan lembaga swadaya masyarakat.
Pemberlakuan jeda tebang (moratorium) itu, menurut Irwandi, didasarkan pada banyaknya bencana banjir dan longsor, serta meningkatnya konflik antara hewan liar dan manusia, yang diakibatkan eksploitasi hutan tak terkendali sejak zaman Orde Baru.
"Pada awal tahun ini, terjadi banjir bandang di Aceh Timur, Aceh Tamiang, dan Aceh Utara akibat kerusakan hutan. Lebih dari 18.000 rumah hancur, dan butuh uang ratusan miliar untuk membangun kembali. Jauh lebih besar dari apa yang telah dihasilkan dari penebangan hutan itu. Karena itu, kini kita akan hentikan seluruh penebangan hutan di Aceh," kata Irwandi.
Menurut dia, luas hutan lindung di Aceh saat ini mencapai 2.697.112 hektar (ha) atau 30,5 persen dari luas seluruh wilayah Aceh yang mencapai 5.736.555 ha. Luas hutan Aceh ini merupakan 80 persen dari total luas hutan yang masih tersisa di Pulau Sumatera. "Tetapi, hutan Aceh juga banyak yang sudah rusak. Termasuk juga Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL), sudah banyak yang rusak, baik akibat kegiatan penebangan liar maupun legal," ujarnya.
Kebijakan jeda tebang juga merupakan bagian dari mandat nota kesepahaman Helsinki dan Undang-Undang Pemerintahan Aceh.
Sumber : Kompas.com