Jakarta - "Saya menyimak pantun yang disampaikan Syahroni. Kadang diselingi pujian, bacaan shalawat (Nabi Muhammad SAW). Iringan robana untuk pujian ini sangat menghibur," kata SDA, panggilan akrab Suryadharma Ali.
Menteri Agama Suryadharma Ali (SDA) menyampaikan pujian kepada Syahroni, pembawa Madihin, salah satu kesenian asli dari Banjarmasin, dengan cara penyampaian yang khas daerah setempat.
Ciri khas penyampaian Madihin adalah gaya bertuturnya. Menggunakan Bahasa Indonesia, kadang bersyair: memuji sang tamu kadang mengeritik dengan cara berpantun sambil diiringi musik robana, yang juga dimainkan orang yang sama.
Cara penyampaiannya pun -- seperti juga ciri khas etnis Melayu dengan pantunnya -- diutarakan dengan bertutur seperti bernyanyi namun tetap mengindahkan keindahan bahasa dan beretika.
Syahroni (35 tahun), bapak dari dua anak dengan isteri Hj. Mahmudah ini termasuk orang beruntung. Selain menjabat sebagai Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) Kurau Plaihari juga memiliki bakat membawakan kesenian Madihin. Syahroni juga dipercaya sebagai penghulu di daerah bekerjanya dan memahami betul kultur dan nilai spiritual, agama Islam di kawasan Pasar Terapung, Banjarmasin.
Ia kerap tampil di berbagai pertemuan resmi, di festival ketika kedatangan tamu "besar" yang perlu dihibur dengan suasana berbeda. Tatkala Menteri Agama Suryadharma Ali berkunjung dan mengadakan silaturahim dengan jajaran Kanwil Kemenag Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel), pada 4 Juni silam, Syahroni mendapat kesempatan tampil di panggug membawakan kesenian Madihin.
Kesenian ini memang menghibur, ujar SDA ketika berbicara di atas podium memberi pujian kesenian itu. "Ada kritik, kadang bernada protes. Ada pujian," ujar SDA. Untungya, Lanjut Menag, Syahroni - pembawa Madihin - tak kenal semua orang yang hadir dalam acara itu. Jika dia tahu satu per satu namanya, maka tentu menjadi arahan pujian, kritikan sambil disebut namanya.
"Bisa sore kesenian ini berakhirnya," kata SDA yang disambut gelak tawa hadirin yang memenuhi ruang pertemuan Asrama Haji di Banjarmasin. "Untungnya dia (Syahroni) hanya kenal lima orang di atas panggung," tambah SDA sambil melepas tawa.
Menurut SDA, jika saja seorang penghulu memiliki kemampuan seperti Syahroni tentu akan cepat kaya. Penghulu yang bekerja di luar jam kantor tentu akan mendapat imbalan sesuai kemampuan keluarga pengantin.
Jika keluarga pengantin mengeluarkan dana pesta perkawinan ratusan juta rupiah , tentu Syahroni akan mendapat lumayan. Dan itu halal. Apa lagi jika diberi kesempatan membawakan khotbah nikah ditambah kesenian Madihin. "Amplopnya tentu tebal,"ujar SDA yang disambut tepuk tangan.
Di Banjarmasin, lanjutnya, kadang di festival, dibawakan oleh dua sampai tiga orang di atas pentas. Cara penyampaian pantut atau syair yang dibawakannya pun dilakukan secara spontanitas.
Kini Syahroni mengaku gembira bahwa pembawa kesenian Madihin mulai bermunculan. Ia menyebut antara lain, H, Jhon Tralala dan Hendra yang mampu membawakan Madihin dengan baik. "Banggalah menjadi orang Banjar memiliki kesenian Madihin. Ayo, mari bersama melestarikannya," katanya.
Sumber: http://oase.kompas.com